Search This Blog

Hizbut Tahrir Indonesia

Hizbut Tahrir Indonesia


UU Intelijen untuk Bendung Intel Asing?

Posted: 19 May 2011 02:11 AM PDT

Jakarta. Salah satu alasan DPR mengusulkan dibuatnya UU Intelijen adalah karena Indonesia menjadai sasaran empuk intelijen asing. Namun alih-alih membuat pasal-pasal yang membentengi negara dari serbuan intelijin asing, draf yang diajukan pemerintah malah berpotensi memusuhi perjuangan penegakkan syariah Islam. Benang merah tersebut ditemukan saat sejumlah ormas Islam melakukan audiensi dengan Fraksi Partai Amanat Nasional, Rabu (18/5) sore di ruang pertemuan F PAN DPR RI, Senayan Jakarta.

Anggota Komisi I dari F PAN Muhammad Najib mengatakan titik tekan RUU ini memang untuk menangkal terorisme kemudian diperluas ke masalah disintegrasi.  “Indonesia ini menjadi sasaran empuk intelijen asing,” ujar Mummad Najib dari F PAN.

Menurutnya itulah salah satu alasan DPR mengusulkan dibuatnya UU Intelijen kali ini. Menurutnya, satu-satunya tugas kedutaan yang tidak disampaikan secara terbuka adalah melakukan aktivitas intelijen di antaranya adalah aktivis yang berupaya melakukan ketidakstabilan negeri ini karena tidak ingin negara yang mayoritas perpenduduk Islam ini bersatu dan kuat.

Ormas Islam pun sepakat kalau memang dibuatnya UU Intelijen itu untuk membendung intelijen asing. Karena asing, dalam hal ini negara non Muslim yang memerangi Islam, memang musuh.

“Kalau PAN mengatakan untuk membendung intelijen asing dan disintegrasi kami setuju, tapi mengapa dalam RUU ini tidak nongol (pasal-pasal yang membendung intelijen asing, red), di dalam diskusi juga tidak nongol?” tanya Ketua Lajnah Faaliyah DPP HTI Muhammad Rahmat Kurnia.

Justru yang nongol dalam diskusi akademik malah pendeskriditan Islam. Misalnya, seperti yang dinyatakan LSM komprador Setara Institute bahwa intoleransi (yang disebut intoleransi di sini di antaranya tidak setuju anggota keluarganya menikah dengan non Muslim, tidak setuju dibangun gereja di lingkungannya), melahirkan radikalisasi, dan radikal merupakan satu langkah lagi menuju terorisme.

“Dari radikalisme ternyata ujung-ujungnya  ke Islam. di ruang Komisi 1 DPR RI memang tidak terlihat, tetapi kami yang di lapangan melihat, bahkan bertarung!” ujar Rahmat. Rahmat pun mengingatkan intelijen asing beroperasi tidak hanya melalui atase militernya tetapi juga melalui LSM asing/komprador dan penelitian asing.

Selain Najib, anggota F PAN yang menerima ormas Islam adalah Azwar Abu Bakar yang juga anggota Komisi I. Sedangkan di pihak ormas Islam, selain HTI, hadir pula utusan dari Syarikat Islam; Al Ittihad; DDII; GPMI; KAHMI; Al Irsyad Al Islamiyah; dan Mahad Daarul Muwahhid.[]joko prasetyo/mediaumat.com

RUU Intelijen Disahkan, Pemerintah Semakin Represif

Posted: 19 May 2011 01:58 AM PDT

Jakarta. Pemerintah selalu saja memojokan umat Islam terkait kasus terorisme dan bila RUU Intelijen disahkan DPR sesuai dengan draf yang ada maka dikuatirkan pemerintah akan semakin represif. Hal itu dinyatakan sejumlah ormas Islam saat audiensi dengan Komisi I DPR RI terkait RUU Intelijen, Rabu (18/5) pagi di Ruang Rapat Komisi I Geduang Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta.

Namun kekuatiran tersebut dibantah oleh angota Komisi I Nurhayati Ali Assegaf. “Dalam rapat dengan Menteri Pertahanan dan Badan Intelijen Negara kami telah menegaskan kepada pemerintah bahwa terorisme jangan lagi dikaitkan dengan Islam,” ujar politisi dari Fraksi Demokrat tersebut.

Namun ormas Islam tidak melihat ada perubahan komunikasi dari pemerintah, khsusunya dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang tendensius. “Buktinya, Ketua BNPT Ansyaad Mbai langsung menuduh bahwa pelaku bom buku adalah orang yang ingin menegakkan syariah Islam dan khilafah padahal polisi belum melakukan penyelidikan,” ujar Jubir Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto. Belakangan, polisi menangkap otak dari bom tersebut Pepi Fernando dan memastikan bahwa yang dilakukan Pepi cs semata hanya kepentingan bisnis.

Selain Ismail, perwakilan ormas Islam yang turut audiensi di antaranya adalah Ketum Syarikat Islam Djauhari Syamsuddin; Sekjen Al Ittihadiyah Fikri Bareno; Sekjen Al Irsyad Al Islamiyah Bachtiar; Wakil Sekjen KAHMI Fahrurrazi; Sekretaris Dewan Dakwah Islam Indonesia Zahir Khan; Ketua GPMI Abdul Chalik; dan Pimpinan Mahad Daarul Muwahhid HM Shoffar Mawardi.

Mereka menyatakan bahwa potensi represif dari draf yang diajukan pemerintah tersebut di antaranya karena tidak adanya definisi yang jelas terkait frase “ancaman nasional”, “keamanan nasional”, dan “musuh dalam negeri”.

“Sehingga orang yang kritis misalnya, bisa dianggap sebagai musuh dalam negeri atau sebagai ancaman nasional, atau mengganggu keamanan nasional, hanya karena berbeda pandangan politik dengan penguasa!” ujar Djauhari.

“Apalagi dalam Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa intelijen negara adalah lembaga pemerintah bukan lembaga negara,” timpal Ketua Lajnah Faaliyah DPP HTI Muhammad Rahmat Kurnia.

Sedangkan anggota GPMI Azam Khan menyoroti Pasal 3 yang memberikan kewenangan kepada BIN untuk melakukan interograsi intensif paling lama 7 X 24 jam. “Adanya penahanan 7 x 24 jam yang tidak boleh didampingi oleh penasihat hukum maka akan terjadi cuci otak, tekanan psikologis, pemaksaan, pemukulan, dan rekayasa terjadi. Sebab barang bukti yang tidak ada menjadi ada,” ujarnya melihat pengamalan Densus 88 pada pasal senada di UU Terorisme.

Berkaitan dengan draf pasal-pasal yang menjadi keberatan ormas Islam pimpinan audiensi dari Komisi I Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan akan membawanya ke rapat kerja dengan pemerintah terkait dengan daftar inventaris masalah (DIM).

“Besok kami akan raker dengan pemerintah DIM per DIM, termasuk 7 x 24 jam itu. Kami belum bisa menyatakan itu benar atau salah sebelum pemerintah menjelaskan alasannya,” kelit politisi dari Fraksi Golkar itu.[]joko prasetyo/mediaumat.com

[FOTO] Kunjungan HTI dan Ormas Islam ke Komisi I DPR

Posted: 19 May 2011 01:54 AM PDT

Hizbut Tahrir Indonesia bersama sejumlah ormas Islam melakukan audiensi dengan Komisi I DPR RI terkait RUU Intelijen, Rabu (18/5) pagi di Ruang Rapat Komisi I Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta. Perwakilan ormas Islam yang turut audiensi di antaranya adalah Ketum Syarikat Islam Djauhari Syamsuddin; Sekjen Al Ittihadiyah Fikri Bareno; Sekjen Al Irsyad Al Islamiyah Bachtiar; Wakil Sekjen KAHMI Fahrurrazi; Sekretaris Dewan Dakwah Islam Indonesia Zahir Khan; Ketua GPMI Abdul Chalik; dan Pimpinan Ma’ahad Daarul Muwahhid HM Shoffar Mawardi.[]

93 Orang Kristen Masuk Dalam Anggota Pendiri Partai Ikhwanul Muslimin

Posted: 18 May 2011 09:07 PM PDT

Dr. Mohamed Saad Katatni, seorang pemimpin jamaah “Ikhwanul Muslimin” di Mesir pada hari Rabu (18/5) mengajukan berkas-berkas dokumen pendirian partai “Kebebasan dan Keadilan” secara resmi kepada Komite Urusan Partai, sebagai sebuah saluran politik bagi jamaah yang didirikan pada tahun 1928.

Katatni mewakili para pendiri partai mengatakan pada konferensi pers setelah penyerahan berkas-berkas dokumen, bahwa jumlah pendiri yang turut membidangi berdirinya partai sebanyak 8.821 orang dari seluruh provinsi Mesir, di antaranya 978 orang perempuan dan 93 orang Koptik, menurut kantor berita Jerman (DBA).

Ia menambahkan: “Untuk periode mendatang akan diterbitkan nama-nama pendiri sesuai undang-undang, di dua surat kabar harian yang beredar luas. Sementara pembentukan struktur partai di beberapa provinsi dan kantornya akan selesai selama sebulan. Sehingga partai mulai melakukan kegiatannya secara riil pada tanggal 17 Juni mendatang.”

Ia mengatakan bahwa seorang pemikir Kristen, Dr. Rafik Habib telah terpilih sebagai wakil ketua partai. Namun ia membantah bahwa pilihan itu dilakukan karena ia seorang Kristen. Ia menambahkan: “Kami memilih Rafiq Habib bukan karena alasan ia seorang Kristen saja, melainkan karena ia memiliki nilai pemikiran yang tinggi, yang akan menambah nilai partai.”

Ia menilai bahwa “Adanya orang-orang Kristen di antara para pendiri partai, secara praktis menunjukkan bahwa Ikhwanul Muslimin sedang melaksanakan apa yang selama ini dikatakan dan dijelaskan, bahwa saudara-saudara kita yang Kristen adalah mitra di tanah air.”

Sementara itu, Habib membantah dalam pernyataannya yang dipublikasikan oleh surat kabar “Asy-Syuruq” pada hari Rabu (18/5) tentang isu yang beredar terkait terpilihnya sebagai Wakil ktua Partai “Kebebasan dan Keadilan” adalah sebuah upaya dari “Ikhwanul Muslimin” untuk menarik orang-orang Kristen menjadi anggotanya. Ia mengatakan bahwa “Hal ini mutlak tidak benar. Saya tidak berusaha untuk menyeru orang Koptik manapun agar bergabung ke partai, dan hal itu tidak diminta sama sekali kepada saya oleh para pemimpin Ikhwanul Muslimin.”

Ia menolak inisiatif “Ikhwanul Muslimin” untuk berdialog dengan Gereja sebagai upaya menarik perhatian politik untuk mendapatkan suara dari orang-orang Koptik. Ia menilai upaya ini sebagai “sudut pandang yang tidak akurat” dengan alasan bahwa Ikhwanul Muslimin telah berhasil mendapatkan 88 kursi di Parlemen tahun 2005, tanpa ada dialog dengan orang-orang Koptik.”

Sementara Katatni menegaskan bahwa “Kekhawatiran sebagian orang dari apa yang mereka sebut kebangkitan kehidupan politik Mesir adalah tidak berdasar sama sekali.” Ia mengatakan: “Rakyat Mesir beragama secara alami. Sedang kekhawatiran akan kebangkitan Islam ditujukan untuk menyerang arus Islam yang ada di Mesir. Adapun orang yang mengatakan harus belajar demokrasi dan semangat revolusi 25 Januari.” (islammemo.cc, 18/5/2011).

Ternyata Wanita Yang Hendak Diperkosa Oleh Director IMF Adalah Seorang Muslimah Berjilbab

Posted: 18 May 2011 08:37 PM PDT

Strauss Kahn

Strauss Kahn

Saudara dari wanita yang bekerja sebagai cleaning service-di mana Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Dominique Strauss-Kahn berusaha melakukan pelecehan seksual terhadapnya-membantah kalau saudara perempuannya sengaja disiapkan sebagai perangkap bagi pejabat elite.

Blake Diallo dalam wawancara dengan surat kabar Prancis “Obarzian” edisi hari Rabu mengatakan bahwa “Saudara perempuannya itu bukan orang pintar… Sehingga saudara perempuan saya tidak mungkin mampu membuat cerita seperti itu. Ia adalah seorang Muslimah yang taat dan mengenakan jilbab.”

Diallo menegaskan bahwa saudara perempuannya itu tidak memiliki pemikiran tentang politik sedikitpun. Ia berkata: “Bahkan ia tidak tahu siapa walikota New York. Ia adalah seorang wanita yang menjaga kehormatan dan taat, serta bekerja keras untuk mendidik putrinya. Dan ketika ia kembali ke rumah, ia selalu menonton serial televisi Afrika.”

Diallo mengatakan bahwa saudara perempuannya yang bernama Nafissatou itu sekarang berada di lokasi yang rahasia di bawah perlindungan polisi. Ia mengatakan bahwa saudara perempuannya itu “banyak menangis dan menderita akibat dari dampak trauma”.

Nafissatou yang berasal dari Guinea menuduh Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) berusaha memperkosa dirinya di sebuah hotel di New York, di mana ia bekerja sebagai  cleaning service.

Menurut informasi  yang dimiliki surat kabar “Obarzian” bahwa Nafissatou sedang mendidik putrinya, berusia sembilan tahun. Sementara saudara laki-lakinya, Blake Diallo mengelola restoran masakan Afrika di lingkungan New York, di mana ia datang ke Amerika setelah tinggal 16 tahun di Prancis.

Polisi New York telah menangkap Strauss-Kahn yang sedang di atas kursi pesawat, yang akan pergi dari New York ke Paris awal pekan ini, setelah pengaduan Nafissatou, yang menuduh Strauss-Kahn berusaha melakukan pelecehan seksual terhadap dirinya (islamtoday.net, 18/5/2011).

Amerika Tak Mampu Perbaiki Citranya di Mata Umat Islam

Posted: 18 May 2011 08:31 PM PDT

Sebuah jajak pendapat yang mengguncang citra AS di dunia Arab dan Muslim dipublikasikan dua hari sebelum Presiden Barack Obama menyampaikan pidatonya seputar revolusi demokratis di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Menurut jajak pendapat yang dibuat oleh “Pew Research Center” bahwa Indonesia, negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar, dan di mana Obama pernah menghabiskan sebagian masa kecilnya, adalah negara yang mayoritas respondennya mengatakan bahwa mereka mendukung AS.

Namun demikian, persentase pendukung AS di negeri ini mengalami penurunan dari 59% menjadi 54% antara tahun 2010 dan 2011.

Dan dalam hal ini, Presiden Amerika tetap tidak populer di negeri-negeri Islam. Bahkan sebagian besar responden menolak respon Obama yang menginginan perubahan demokratis di negara-negara tersebut.

Di Yordania, rata-rata pendapat yang mendukung Amerika Serikat hanya 13% saja, dan ini turun 8 poin dari tahun 2010.

Di Turki, pendapat yang mendukung Amerika Serikat menurun dari 17% menjadi 10%. Di antara warga Turki yang menjadi responden hanya 12% saja yang menyatakan pendapatnya bahwa “Mereka percaya pada Barack Obama.” Artinya, hasil ini turun 11 poin dari tahun 2010.

Di Pakistan, rata-rata pendapat yang mendukung Amerika Serikat menurun dari 17% menjadi 11%. Namun, kepercayaan pada Presiden Obama meningkat, sekalipun masih rendah, yaitu dari 8% menjadi 10%.

Akan tetapi, bisa jadi hasil jajak pendapat itu berbeda jika dilakukan sekarang, di mana jajak pendapat tersebut dilakukan sebelum operasi komando Amerika yang berhasil membunuh pemimpin al Qaida, Osama bin Laden pada tanggal 2 Mei, di Abbottabad, Pakistan.

Jajak pendapat melibatkan sekitar seribu orang di setiap negara (Mesir, Indonesia, Israel, Yordania, Lebanon, wilayah Palestina dan Turki), dan dua ribu orang di Pakistan. Jajak pendapat itu dilakukan selama tiga puluh hari pada bulan Maret hingga April 2011 (islamtoday.net, 18/5/2011).

Strauss-Kahn Menambah Panjang Daftar Pelecehan Seksual Pejabat di AS

Posted: 18 May 2011 08:11 PM PDT

Strauss Kahn

Strauss Kahn

Kasus bos International Monetary Fund (IMF) Dominique Strauss-Kahn adalah salah satu contoh kekerasan seksual yang dilakukan pejabat tinggi organisasi internasional. Kasus tersebut juga menambah panjang daftar hitam pelecehan seksual oleh para pejabat tinggi yang terjadi di Amerika Serikat (AS).

Setidaknya ada 11 perkara perdata dan satu tuntutan pidana yang berkaitan dengan pelecehan seksual yang dilakukan pejabat tinggi di negeri Paman Sam itu. Pelecehan seringnya dilakukan terhadap pelayan atau pengasuh anak selama lima tahun terakhir.

Seperti dilansir Reuters, Kamis (19/5/2011), menurut catatan pengadilan federal AS tuduhan perilaku menyimpang para pejabat tersebut antara lain memperlakukan pelayan seperti budak hingga tuduhan pemerkosaan. Namun sebagian besar dari para pejabat tinggi itu hanya dikenai hukuman denda.

“Banyak insiden yang melibatkan pejabat tinggi dalam kasus seksual terhadap pelayan maupun pengasuh anak. Mereka mengira dengan memiliki jabatan yang tinggi membuat mereka kebal hukum. Sebagian besar korban diduga datang dari negara yang memberikan perempuan hak yang sedikit sehingga membuatnya mudah dimangsa,” kata mantan Kepala Departemen Luar Negeri AS untuk Monitor dan Pemberantasan Perdagangan Manusia, Mark Lagon.

Bahkan ketika pengadilan telah menjatuhkan hukuman penjara, para pejabat yang terbukti melakukan pelecehan seksual meminta bantuan agar bisa meninggalkan negara tersebut.

“Hal itu diperparah dengan tidak adanya pertanggungjawaban dari pemerintah asal negara pejabat untuk menaati keputusan hakim. Para pejabat benar-benar bisa lolos dengan itu,” ujar Asisten profesor bidang hukum Universitas Washington, Janie Chuang.

Strauss-Kahn dilaporkan ke polisi atas tuduhan percobaan pemerkosaan oleh seorang pelayan hotel di New York, AS. Bos IMF itu kabarnya akan mengakui kontak seksual dengan pelayan hotel yang mengadukan dirinya. Namun Strauss-Kahn akan bersikeras bahwa hubungan itu dilakukan atas dasar suka sama suka.

IMF mengatakan ketentuan kekebalan dalam aturannya tidak berlaku dalam kasus Strauss-Khan karena yang bersangkutan mengunjungi New York untuk melakukan urusan pribadi. Belum diketahui bagaimana kelanjutan nasib politikus ternama asal Prancis itu, mengingat AS dengan Prancis tidak memiliki perjanjian ekstradisi. (detiknews.com, 19/5/2011)

Moderat

Posted: 18 May 2011 08:06 PM PDT

Oleh: Fahmy Zarkasyi

Tahun 2008 Japan Institute of International Affair (JIIA) menggelar symposium di Tokyo.  Temanya "Islam and Asia: Revisiting the Socio-Political Dimension of Islam", yakni tentang masa depan politik Islam. Pesertanya mayoritas dari negara-negara Islam seperti Mesir, Pakistan, Iran, Turkey, Tunis, Indonesia dan Malaysia, ditambah seorang dari Amerika dan beberapa dari Jepang sendiri. Nampaknya simposium ini bertujuan untuk mengukur masa depan kekuatan politik Islam pasca peristiwa 11 September, akan ditangan radikal atau moderat.

Maka dari itu diantara isu yang dilontarkan disitu adalah tentang arti Muslim moderat. Istilah ini nampaknya berfungsi sebagai penjinak terorisme. Mirip dengan fungsi sekularisme tahun 70an sebagai penjinak fundamentalisme. Mulanya para peserta merespon dengan datar-datar saja. "Moderate" artinya tidak berlebihan ghuluww (ekstrim) dalam menjalankan agama. Bagi Professor Bedoui Abdelmajid, dari Tunis moderat dalam Islam tercermin dalam keimanan, peribadatan, hubugan sosial, tradisi dan dalam pemikiran maupun dalam kehidupan nyata.

Tapi masalahnya menjadi krusial ketika Angel Rabasa, wakil dari Rand Coorporation Amerika Syerikat mendefinisikan. Muslim moderat adalah yang mau menerima pluralisme, feminisme dan kesetaraan gender, demokratisasi, humanisme dan civil society. Dr.Sohail Mahmud dari Pakistan menganggap definisi Rabasa itu sarat dengan kepentingan Barat. Azzam Tamimi, Direktur TV al-Hiwar London, menolak definisi itu dan menegaskan bahwa mayoritas Muslim menurut kriteria Islam adalah moderat meskipun tidak setuju dengan pluralisme, feminisme, humanisme dsb.

Saya pun ikut merespon. "Pengertian anda itu sekarang di Indonesia disebut dengan "Islam Liberal", mestinya anda tahu itu. Dan "Islam Liberal" di Indonesia itu tidak moderat tapi ekstrim. Jika anda katakan "Islam liberal" adalah moderat maka konsekuensinya mayoritas umat Islam yang tidak liberal, termasuk NU dan Muhammadiyah, adalah fundamentalis, ekstrimis dan tidak moderat.

Masataka Takeshita, Professor Studi Islam dari Universitas Tokyo segera bertanya, apa yang anda maksud "Islam liberal"? saya katakan "Islam Liberal" itu terlalu kontekstual, artinya cenderung menafsirkan Islam hanya untuk menjustifikasi konsep-konsep dalam konteks masyarakat Barat. Contohnya, di kalangan liberal ada yang menafikan hukum Tuhan (syariah), mempersoalkan otentisitas al-Qur'an, menyoal otoritas ulama agar kemudian dapat menghalalkan homoseks dan lesbi, nikah beda agama dsb. Rabasa tetap pada pendiriannya, tapi diluar forum terus terang dia terkejut dan tidak percaya jika ada orang liberal Indonesia yang setuju dengan homoseks dan lesbi. I will check it, katanya.

Rabasa tak bergeming karena pasca 9/11, Rand Coorporation giat menjual "Islam moderat". Setelah American Journal of Islamic Social Sciences mengangkat tema ini secara serial lima tahun lalu, petanya semakin jelas. sedikitnya ada tiga kelompok: anti-Islam, Barat dan Islam.

Definisi Islam moderat yang anti Islam dalam dilihat pada situs "muslimsagainstshariah". Disitu ditulis begini diantaranya: tidak anti bangsa semit, menentang kekhalifahan, kritis terhadap Islam, menganggap Nabi bukan contoh yang perlu ditiru, menentang jihad, pro Israel atau netral, tidak berreaksi ketika Islam dan Nabi Muhammad dikritik, menentang pakaian Islam, syariah, dan terrorisme.  Andrew McCarthy dalam National Review Online, August 24, 2010 malah tegas-tegas menyatakan siapapun yang membela syariah tidak dapat dikatakan moderat. (no one who advocates shariah can be a moderate). Kedua pengertian ini sungguh-sungguh tidak moderat.

Islam moderat dalam perspektif Barat hampir seragam. Rabasa, Graham E Fuller dan Ariel Cohen sudah seperti ijma. Muslim moderat, kata Fuller adalah yang menolak literalism dalam memahami kitab suci, tidak monopoli penafsiran Islam dan menekankan persamaan dengan agama lain dan bahkan tidak menolak kebenaran agama lain. Inilah yang ditirukan orang liberal di Indonesia. Fuller bahkan ngelantur moderat adalah yang mendukung kebijakan dan kepentingan Amerika dalam mengatur dunia. Senada tapi lebih ekstrim lagi, Ariel Cohen mengartikan moderat sebagai menghormati hak menafsirkan al-Qur'an, hak menyembah Allah dengan caranya sendiri, atau tidak menyembah atau bahkan tidak percaya. Lagi-lagi ini alam pikiran kelompok "Islam Liberal" yang kental bau orientalismenya.

Definisi Rabasa, Graham maupun Cohen memang benar-benar liberal. Dan mungkin bagi orang liberal itu biasa dan "nothing wrong". Tapi yang justru menemukan kesalahannya adalah John L Esposito. Dengan bijak dan adil dia kritik begini: pertama jika definisi Barat itu diterima maka Muslim konservatif dan tradisionalis menjadi tidak moderat. Selain itu jika seorang wanita Muslim memimpin Sholat Jumat menjadi kriteria moderat, maka banyak orang Kristen, Yahudi dan penganut agama lain termasuk Paus John Paul II yang patrialistik itu justru tidak masuk kriteria moderat.

Louay Safi dan Ubid Ullah Jan tokoh Muslim di Canada, memiliki kesan yang sama. Pengertian moderat yang pro-Barat ataupun yang anti Islam sama saja. Seorang Muslim belum dianggap moderat jika belum menolak al-Qur'an secara publik. Tapi masalahnya, menurut Esposito jika untuk menjadi moderat orang harus mengingkari kitab sucinya, maka Yahudi moderat juga harus mengingkari kitab sucinya yang menjadi penyebab klaim negara Israel dan pendudukan tanah Palestina. Itu kesalahan yang kedua.

Kerancuan lain juga ditemukan Safi. Menurutnya pengertian "Muslim moderat" di Barat adalah "a person who is not comfortable with his/her Islamic roots and heritage, and openly hostile to Islam, and eager to transcend all Islamic norms". Contoh yang nyata, katanya ada pada figur Irsyad Manji seorang feminis yang terkenal mengkritik Syariah (bukunya The Trouble with Islam: A Muslim's Call for Reform in Her Faith), tapi pada saat yang sama mengaku sebagai pelaku lesbi. Anehnya figur seperti ini oleh Barat dianggap sebagai "the voice of moderation".

Bagi Muqtedar Khan, cendekiwan Muslim asal Canada moderat itu adalah yang berfikiran terbuka, kritis, menghormati semua orang, bermoral, beramar ma'ruf nahi munkar (QS 5:48; 3:110), tidak ada intimidasi dan kekerasan. Sahabatnya Ubid Ullah Jan, menambahi Muslim yang menolak ketidak adilan atau Muslim yang hidupnya hanya untuk ibadah masih dianggap moderat. Tentu semua itu tanpa kekerasan. Jadi, untuk mengalahkan radikalisme tidak perlu liberalisme dan agar menang melawan hegemoni kolonialisme Barat tidak perlu ekstremisme. Kebajikanlah yang akan mengalahkan kejahatan atau kekerasan, vincit vim virtus. Wallahu a'lam

Sumber: insistnet.com (18/5/2011)