Search This Blog

Hizbut Tahrir Indonesia

Hizbut Tahrir Indonesia


[FOTO] Seminar Pengembangan SDM Probolinggo

Posted: 25 May 2011 01:37 AM PDT

Lajnah Khusus Pengusaha HTI Kraksaan DPD II Probolinggo menyelenggarakan Seminar Pengembangan Sumber Daya Manusia di Aula Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Probolinggo pada Ahad (22/5). Seminar tersebut mengangkat tema “Agar Usaha Menjadi Berkah”. Hadir sebagai pembicara Ust. Udin (Pengusaha) dan Ust. Iswanto, SE. (LKP HTI DPD II Probolinggo). Acara ini dihadiri puluhan pengusaha dan calon pengusaha dari berbagai latar belakang profesi. Baik santri, perangkat desa, maupun intelektual.[]

MUI dan HTI: RUU Intelijen Jangan untuk Kedzaliman

Posted: 24 May 2011 11:17 PM PDT

Jakarta. Majelis Ulama Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia sepakat bahwa intelijen negara memang harus kuat untuk pendeteksian dini terhadap tindak terorisme dan sparatisme tetapi bila melihat Rancangan Undang Undang Intelijen yang ada, kedua lembaga keislaman tersebut menilai ada beberapa pasal yang dapat disalahgunakan pihak tertentu untuk memberengus dakwah Islam.

“Bila melihat daftar intventaris masalah (DIM) yang diajukan pemerintah, alih-alih melahirkan badan intelijen yang kuat, malah bisa menimbulkan madharat yang besar kepada umat khususnya terkait dengan dakwah,” ujar Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto saat diterima para ketua harian MUI Pusat, Selasa (24/5) siang di Kantor MUI Pusat, Jakarta.

Menurut Ismail, setidaknya sampai HTI dan ormas-ormas Islam lainnya audiensi ke Komisi I DPR RI pada Rabu (18/5) ada lima poin yang harus diwaspadai dari RUU tersebut. Salah satunya adalah adannya frase yang tidak didefinisikan dengan jelas, sehingga berpeluang menjadi pasal karet, seperti frase “ancaman nasional” dan “keamanan nasional” dan “musuh dalam negeri”, tidak jelas siapa dan apa kriterianya.

Sehingga orang yang kritis terhadap pemerintah bisa dituduh sebagai “musuh dalam negeri”. “Apalagi di RUU disebutkan intelijen negara sebagai lembaga pemerintah bukan lembaga negara,” ujarnya.

Sependapat dengan Ismail, Sekjen MUI Pusat KH Ichwan Syam menyatakan bahwa definisi itu penting sehingga jelas dan tidak multi tafsir. Di samping itu, ia pun menginginkan UU Intelijen yang disahkan nantinya untuk menginteli pihak asing.

“Intelijen ini harus diupayakan untuk membendung intelijen asing. Jadi jangan untuk menginteli ke dalam, karena itu sudah ranahnya polisi,” lontarnya.

Sedangkan Ketua MUI KH Makruf Amin menyatakan UU Intelijen memang diperlukan terutama menjaga keselamatan negara, untuk mencegah lebih dini ancaman terorisme, sparatisme dan lain-lain. “Tapi jangan sampai intelijen negara digunakan untuk melakukan kedzaliman,” tegasnya.

Untuk itu, ia pun menyatakan kritik HTI terkait RUU Intelijen tersebut akan ditampung dan dibahas oleh Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat.

Selain Ismail, di antara delegasi HTI tersebut nampak hadir pula para ketua DPP HTI yakni: Muhammad Rahmat Kurnia, Rokhmat S Labib, Farid Wadjdi, dan Harits Abu Ulya.

Dalam kesempatan itu, HTI pun mengabarkan agenda Konferensi Rajab yang dilaksanakan sepanjang bulan Juni di 32 kota provinsi dan puncaknya diselenggarakan di Stadion Lebak Bulus, Jakarta, pada 29 Juni 2011.

“Bukan bermaksud untuk memperingati keruntuhan khilafah Islam, sehari setelah peringatan Isra Mi’raj pada 1924 lalu tetapi ini merupakan momentum untuk mengingatkan umat akan kewajiban menegakkan kembali syariah Islam dalam bingkai khilafah!” jelas Ismail.

“Semoga sukses dan memberikan pencerahan kepada umat,” ujar Ichwan Syam. Hal senada pun diungkapkan para ketua MUI lainnya yakni KH Muhyiddin Junaidi dan KH Slamet Effendi Yusuf.[] joko prasetyo/mediaumat.com

Sektor Pangan Dalam Cengkeraman Asing

Posted: 24 May 2011 10:25 PM PDT

Penetrasi asing melalui perusahaan multinasional di bidang pangan semakin kuat. Perusahaan asing di Indonesia tidak saja menguasai perdagangan, tetapi meluas dari hulu ke hilir, seperti sarana produksi pertanian, meliputi benih dan obat-obatan hingga industri pengolahan, pengepakan, perdagangan, angkutan hingga ritel.

Liberalisasi di sektor perdagangan dan industri, telah memberi peluang kepada asing untuk meningkatkan pasarnya di Indonesia. "Mereka masuk seperti sudah dalam satu paket. Begitu liberalisasi dibuka, semua lini mereka kuasai," kata profesor riset pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian, Husein Sawit, kemarin (24/5) di Jakarta.

Pada awalnya mereka masuk di perdagangan, setelah itu untuk memastikan terjaminnya pasokan barang, mereka juga masuk ke produksi. Untuk meningkatkan volume produksi, mereka kuasai industri benih dan menciptakan ketergantungan.

Itu saja belum cukup, mereka melangkah lebih lanjut masuk ke industri pengolahan melalui akuisisi perusahaan nasional. Untuk menjamin produk mereka terjual, perusahaan asing juga masuk ke ritel.

Industri input pertanian saat ini dipasok hanya oleh sepuluh perusahaan multinasional (multinational corporation/MNC) dengan nilai penjualan mencapai Rp 340 triliun. Lima perusahaan raksasa diantaranya adalah Sygenta, Monsanto, Bayer Crop, BASF AG, dan Dow Agro.

Di pihak lain, petani bergantung pada industri olahan dan pedagang pangan. Sepuluh besar MNC menguasai penjualan pangan senilai Rp 3.477 triliun. Lima di antaranya, yakni Nestle, Cargill, ADM, Unilever, dan Kraft Foods. Indonesia juga masuk dalam cengkeraman jaringan MNC, terutama Nestle yang terbesar menguasai perdagangan kakao dunia, Cargill menguasai perdagangan pakan ternak, dan Unilever menguasai pangan olahan.

Ritel pangan dunia juga dikuasai MNC, di antaranya Wal Mart, Metro Group, Tesco, Seven & I Holdings, dan Carrefour.

Husein mengungkapkan, banyak produk pangan yang secara lokal sudah dijual ke perusahaan asing, di antaranya Danone (Perancis), Unilever (Belanda), Nestle (Swiss), Coca Cola (AS), Hj Heinz (AS), Campbels (AS), Numico (Belanda), dan Philip Morris (AS).

Menteri Pertanian Suswono sebelumnya mengungkapkan bahwa politik kebijakan agroindustri di Indonesia dikendalikan oleh kelompok tertentu, yang memiliki akses dan lobi kuat tidak saja kepada pemerintah, tetapi juga legislatif. (surabayapost.co.id, 25/5/2011)

Petraeus: Musim Panas Mengancam Pasukannya di Afghanistan

Posted: 24 May 2011 10:17 PM PDT

Di tengah-tengah indikasi yang begitu telanjang tentang kegagalan pasukan AS dalam mengokohkan rezim penguasa yang loyal kepadanya di Afghanistan, dan kegagalannya dalam menyelesaikan pertempuran militer yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, Jenderal David Petraeus, komandan pasukan internasional yang beroperasi di Afghanistan memperingatkan akan serangan yang sengit dan berkembang, yang bisa jadi akan dihadapai pasukannya di Afghanistan pada musim panas oleh pejuang Taliban.

Petraeus mengatakan dalam surat yang dipublikasikan kantor berita “CNN” bahwa elemen-elemen dari pasukan bersenjata di Afghanistan akan berusaha melakukan serangan serupa dengan tujuan untuk “menunjukkan kemampuannya dalam menghadapi berbagai serangan”.

Jenderal Amerika itu menambahkan dengan sebuah penyesatan: “Serangan-serangan ini dapat meningkatkan risiko jatuhnya korban sipil yang telah menempatkan pasukan internasional dan Afghanistan dalam situasi sulit. Dalam menghadapi jenis serangan seperti ini, kami akan terus berupaya dengan sekuat tenaga untuk mengurangi jumlah meninggalnya warga sipil seminimal mungkin.”

Penyataan Petraeus ini disampaikan di saat Taliban dan organisasi al-Qaeda mengaku bertanggung jawab atas beberapa serangan yang terjadi di Afghanistan baru-baru ini, di samping serangan dengan target Amerika di negara tetangga, Pakistan. Eskalasi serangan ini terjadi setelah pembunuhan terhadap pemimpin al-Qaeda, Syaikh Osama bin Laden, awal Mei bulan ini.

Surat Petraeus ini mencerminkan kegelisahan pemerintah AS dan pasukan internasional akan kemungkinan jatuhnya korban sipil, terutama setelah peristiwa berdarah masa lalu yang telah menimbulkan banyak kegaduhan, serta tegangnya hubungan antara Washington dengan Islamabad dan Kabul.

Perlu diketahui bahwa pasukan Amerika telah menyebabkan banyak jatuhnya korban di antara warga sipil dengan dalih memburu orang-orang Taliban. Sehingga hal tersebut membuat bonekanya, Karzai menyatakan secara terbuka akan ketidakpuasannya terhadap perilaku pasukan pendudukan ini.

Pernyataan ini disampaikan pada saat Jenderal Amerika ini bersiap untuk mengeluarkan sikap atas permintaan dari pemerintah AS agar komitmen dengan waktu yang telah ditetapkan untuk memulai penarikan pasukan dari Afghanistan. Dan ia akan mengumumkan jumlah tentara yang dapat meninggalkan Afghanistan awal Juli mendatang.

Hal ini diasumsikan bahwa ketika kekuatan-kekuatan itu mulai ditarik secara langsung tanpa ada sesuatu yang mengancam keamanan Afghanistan. Sehingga hal ini mengharuskan pasukan militer Afghanistan siap untuk mengambil alih tanggung jawab. Sayangnya, realitas yang terjadi di Afghanistan sangat jauh dari yang diharapkan (kantor berita HT, 24/5/2011).

Demi Amerika, Obama Siap Langgar Kedaulatan Negara Manapun

Posted: 24 May 2011 10:11 PM PDT

Presiden Barack Obama dalam wawancara yang disiarkan oleh “BBC” menjelaskan bahwa ia akan memerintahkan pelaksanaan operasi yang sama ketika telah dipastikan bahwa ada sarang kelompok ekstrimis penerus Osama bin Laden, apakah itu di Pakistan atau negara yang berdaulat lainnya.

Dalam menanggapi pertanyaan, apakah ia siap untuk memulai operasi yang sama jika setelah pengamatan ternyata “target misinya adalah sebuah negara berdaulat.” Obama menjawab: “Sesungguhnya kewajiban kami adalah menjaga keamanan Amerika Serikat.”

Ia menambahkan: “Kami sangat menghormati kedaulatan Pakistan. Namun kami tidak akan membiarkan orang merencanakan dengan serius untuk membunuh rakyat kami dan rakyat sekutu kami. Kami tidak mungkin membiarkan pelaksanaan rencana-rencana ini tanpa kami melakukan tindakan.”

Pembunuhan terhadap pemimpin al-Qaeda, Osama bin Laden terjadi pada tanggal 2 Mei bulan ini di tangan Pasukan Khusus Amerika di Pakistan dalam sebuah operasi yang berlangsung sangat rahasia setelah sepuluh tahun serangan 11 September.

Operasi yang oleh Islamabad dinilai sebagai “operasi ilegal” ini telah memicu situasi kebencian yang kuat di antara rakyat Pakistan. Di mana sebagian besar yang menentang Amerika, bukan karena operasi pembunuhan terhadap bin Laden yang menjadi pemicu beberapa aksi protes, melainkan karena “pelanggaran kedaulatan” Pakistan.

Wawancara Obama dengan “BBC”ini dilakukan dan direkam pada hari Kamis di Gedung Putih, Washington (al-sharq.com, 24/5/2011).

1.100 Orang Meninggal Dalam Aksi Protes di Suriah

Posted: 24 May 2011 10:03 PM PDT

Organisasi Hak Asasi Manusia Suriah (Sawasiyah) mengatakan para hari Selasa (24/5) bahwa pasukan keamanan telah membunuh sedikitnya 1.100 warga sipil sepanjang dua bulan terakhir, dalam serangan yang dilakukan untuk menekan para demonstran yang menuntut demokrasi, dan penggulingan rezim Presiden Bashar al-Asad.

Organisasi berkata: “Bahwa organisasi telah mengantongi nama-nama dari 1.100 orang tersebut yang diyakini telah meningal, yang sebagian besar di daerah dataran Horan, di mana pemberontakan meletus pada 18 Maret lalu.”

Organisasi menambahkan: “Jumlah korban meninggal bertambah secara signifikan dengan meningkatnya jumlah demonstran di jalan-jalan. Dan berbagai aksi protes menyebar dari selatan. Sehingga inilah yang mendorong tentara melancarkan serangan untuk menekannya.”

Organisasi juga mengatakan bahwa ia telah menerima laporan tentang 200 warga sipil lainnya yang meninggal, namun ia belum mengantongi nama-nama mereka.

Aktivis Hak Asasi Manusia mengatakan: “Pasukan keamanan melepaskan tembakan pada beberapa tentara yang menolak untuk menembak warga sipil.”

Suriah telah melarang sebagian besar media internasional sejak dimulainya aksi protes dua bulan lalu, sehingga hal ini yang membuatnya sulit untuk memverifikasi berita-berita tentang kekerasan (islamtoday.net, 24/5/2011).

Negara Islam: Fakta Normatif Dan Empiris

Posted: 24 May 2011 09:33 PM PDT

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Ada sebagian intelektual yang menyatakan, bahwa Alquran dan Sunnah tidak pernah mewajibkan untuk mendirikan Negara Islam. Bahkan, ada yang menyatakan, bahwa Alquran dan Sunnah juga tidak pernah menyebut Negara Islam.

Pernyataan seperti ini bisa terjadi karena dua kemungkinan. Pertama, karena merasa tertuduh, terutama ketika Negara Islam telah menjadi monster yang menakutkan, sehingga takut. . Kedua, karena tidak tahu atau tidak menemukan, bahwa Negara Islam tersebut memang ada di dalam Alquran dan Sunnah.

Tentu, baik karena kemungkinan yang pertama maupun kedua, sama-sama tidak mewakili Islam. Bahkan, pandangan yang muncul dari keduanya sama-sama tidak mempunyai nilai apapun dalam ajaran Islam. Apalagi, masalah negara ini merupakan masalah ma’lum[un] min ad-din bi ad-dharurah (perkara agama yang sudah diyakini/diketahui kepentingannya). Karena itu, adanya negara ini hukumnya wajib. Kewajibannya pun telah disepakati oleh para ulama, baik Ahlussunnah, Syi’ah, Khawarij maupun Muktazilah (Lihat, al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilafi al-Mushallin, Juz II/149).

Imam an-Nawawi, dalam kitabnya, Raudhatu at-Thalibin wa 'Umdatu al-Muftin menyatakan, bahwa mendirikan imamah hukumnya Fardhu Kifayah. Jika hanya ada satu orang (yang layak), maka dia wajib diangkat. Jika tidak ada yang mengajukannya, maka imamah itu wajib diusahakan (Lihat, an-Nawawi, Raudhatu at-Thalibin wa 'Umdatu al-Muftin, Juz VIII/369). Imamah yang dimaksud oleh Imam an-Nawawi di sini tak lain adalah Khilafah, atau Negara Islam.

Karena itu, tidak ada perbedaan di kalangan ulama, bahwa Nabi Muhammad, selain sebagai Nabi dan Rasul, baginda SAW adalah kepala negara. Ini dibuktikan dengan firman Allah SWT yang menitahkan, bahwa tugas Nabi dan Rasul hanya tabligh (menyampaikan risalah): “Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Q.s. an-Nur [24]: 54)

Tetapi, faktanya banyak nash Alquran memeritahkan kepada Baginda SAW untuk memotong tangan pencuri (QS al-Maidah [05]: 38), mencambuk pezina (QS an-Nur [24]: 3), memerintah berdasarkan hukum Allah (QS al-Maidah [05]: 49), memerangi kaum Kafir (QS at-Taubah [09]: 36), menumpas perusuh (QS al-Maidah [05]: 33). Sedangkan tugas-tugas di atas adalah tugas yang lazimnya dijalankan oleh kepala negara.

Dari dua kategori nash di atas, yaitu nash yang menyatakan Nabi Muhammad SAW sebagaimana Nabi dan Rasul yang lain hanya diberi tugas untuk tabligh, tetapi nash-nash lain memerintahkan Nabi Muhammad untuk melakukan tugas-tugas negara, maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa Nabi Muhammad bukan hanya Nabi dan Rasul, tetapi juga kepala negara. Ini berbeda dengan Nabi Musa, Isa, Ibrahim, Nuh -'alaihim as-salam, yang hanya diberi tugas untuk tabligh. Ini kemudian dipertegas oleh Nabi sendiri: “Dahulu Bani Israil diurus oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi telah wafat, maka digantikan oleh Nabi yang lain. Bahwa, tidak akan ada seorang Nabi pun setelahku, dan akan ada para khalifah. Jumlah mereka pun banyak.” (HR Bukhari)

Sabda Nabi yang menyatakan, Wa innahu la nabiyya ba’di, wa sayakunu khulafa’ fa yaktsurun (Bahwa, tidak akan ada seorang Nabi pun setelahku, dan akan ada para khalifah. Jumlah mereka pun banyak) membuktikan, bahwa posisi Baginda SAW sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir tidak tergantikan. Tetapi, posisi Baginda yang lain, yaitu kepala negara yang bisa digantikan. Dan pengganti Baginda SAW adalah Khalifah, yang memerintah secara berkesinambungan, sehingga jumlahnya banyak.

Semuanya ini membuktikan, bahwa ajaran tentang negara jelas dinyatakan dalam nash, khususnya Sunnah, dengan istilah Khilafah (HR Ahmad dari Nu’man bin Basyir), dan pemangkunya disebut Khalifah (HR Bukhari dari Abu Hurairah). Karena itu, istilah Khilafah dan Khalifah adalah istilah syariah, yang digunakan oleh nash syariah, sebagaimana Shalat, Zakat, Jihad dan Haji, untuk menyebut negara dengan konteks dan konotasi yang khas. Konteks dan konotasi Khilafah itu tak lain adalah negara kaum Muslim di seluruh dunia yang dibangun berdasarkan akidah Islam, untuk menerapkan hukum-hukum syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Negara kesatuan, bukan federasi maupun persemakmuran; bukan monarki, baik absolut maupun parlementer;  bukan pula republik, baik presidensiil maupun parlementer; bukan pula demokrasi, teokrasi, autokrasi maupun diktator. Itulah Khilafah Rasyidah 'ala Minhaj an-Nubuwwah.

Tentang penggunaan istilah Negara Islam (ad-Daulah al-Islamiyyah), memang tidak pernah digunakan oleh Alquran dan Sunnah. Karena istilah Daulah adalah istilah baru, yang diambil dari khazanah di luar Islam. Awalnya istilah ini digunakan oleh para filosof Yunani Kuno, seperti Plato dan Aristoteles. Sementara umat Islam baru berinteraksi dengan filsafat Yunani, ketika mereka menaklukkan Mesir dan Syam pada zaman Umar bin al-Khatthab. Namun, istilah Daulah saat itu juga belum digunakan. Baru setelah buku-buku filsafat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada zaman Khilafah Abbasiyah, mulailah istilah tersebut dikenal oleh kaum Muslim. Kata Daulah digunakan untuk menerjemahkan kata State, yang digunakan oleh Plato maupun Aristoteles dalam buku mereka.

Namun, karena istilah Daulah ini bisa misunderstanding, maka para ulama kaum Muslim ketika menggunakannya untuk menyebut Khilafah, mereka pun menggunakan kata Daulah dengan tambahan sifat Islamiyyah di belakangnya, sehingga mulailah kata ad-Daulah al-Islamiyyah digunakan untuk menyebut Khilafah. Ini bisa dilacak pada tulisan Ibn Qutaibah ad-Dainuri (w. 276 H), dalam kitabnya, al-Imamah wa as-Siyasah, yang ditulis pada pertengahan abad ke-3 Hijriyah. Boleh dikatakan, Ibn Qutaibahlah ulama yang pertama kali menggunakan istilah tersebut sebagai padanan dari istilah Khilafah.

Setelah itu, diikuti oleh Yaqut al-Hamawi (w. 626 H) dalam Mu’jam al-Buldan, Ibn Taimiyyah (w. 726 H) dalam Majmu’ al-Fatawa, Ibn Katsir (w. 774 H) dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, dan Ibn Khaldun (w. 808 H) dalam Muqaddimah dan Tarikh Ibn Khaldun. Inilah fakta normatif eksistensi Negara Islam atau Khilafah dalam khazanah klasik. Selain fakta normatif, juga ada fakta empiris yang telah membuktikan eksistensinya, baik dalam bentuk perundang-undangan yang pernah diterapkan pada zamannya, maupun peninggalan fisik yang hingga kini masih berdiri kokoh di negeri-negeri kaum Muslim.

Maka, sangat memalukan jika ada intelektual atau ulama yang menyatakan, bahwa Alquran dan Sunnah tidak pernah mengajarkan tentang Negara Islam. Pernyataan yang sebenarnya tidak akan mengurangi sedikit pun kelengkapan dan keagungan ajaran Islam. Sebaliknya, justru meruntuhkan kredibilitas mereka sebagai intelektual atau ulama. Wajar, jika karena alasan yang sama, Hai’ah Kibar Ulama’ al-Azhar di masa lalu telah mencabut seluruh gelar dan ijazah yang telah diberikan kepada Ali bin Abd ar-Raziq. Wallahu a’lam.

Meretas Jalan Kebaikan

Posted: 24 May 2011 09:29 PM PDT

Kebaikan adalah apa saja yang dipandang baik oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Keburukan adalah apa saja yang dianggap buruk oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, bagi seorang Muslim, standar baik-buruk adalah syariah Islam. Karena itu, dalam Islam: iman itu baik, kufur itu buruk; taat itu baik, maksiat itu buruk; adil itu baik, fasik/zalim itu buruk; beramal shalih itu baik, beramal salah itu buruk; pemurah itu baik, kikir itu buruk; pemaaf itu baik, pendendam itu buruk; pejuang syariah dan Khilafah itu baik, penentangnya itu buruk; jihad itu baik, terorisme itu buruk. Demikian seterusnya. Tentu jika semua itu tolok-ukurnya adalah syariah Islam.

Dalam Islam, baik pelaku kebaikan ataupun keburukan tentu akan mendapatkan konsekuensi pahala atau dosa. Pelaku kebaikan akan mendapatkan pahala dan surga. Pelaku keburukan akan mendapatkan dosa dan azab neraka. Namun sesungguhnya konsekuensi bagi keduanya bisa lebih dari itu, yakni saat masing-masing menjadi 'teladan’ atau 'ikutan’ bagi orang lain. Seorang pelaku kebaikan akan mendapatkan dua pahala: pahala atas perbuatan baik yang ia lakukan dan pahala dari orang yang meneladani atau mengikuti jejak kebaikannya. Demikian pula pelaku keburukan. Ia pun akan mendapatkan dua dosa: dosa atas perbuatan buruk yang ia lakukan dan dosa dari orang yang 'meneladani’ atau mengikuti jejak keburukannya. Itulah yang ditegaskan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabda beliau, sebagaimana dituturkan oleh Jarir bin Abdillah (yang artinya), “Siapa saja yang meretas jalan kebaikan (sunnat[an] hasanat[an]) di dalam Islam, baginya pahala atas perbuatan baiknya itu dan pahala dari orang-orang yang mengikuti jejak kebaikannya itu tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Siapa saja yang meretas jalan keburukan (sunnat[an] sayyi’at[an]) di dalam Islam, baginya dosa atas perbuatan buruknya itu dan dosa dari orang-orang yang mengikuti jejak keburukannya itu tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka.” (HR Muslim).

Maknanya, siapapun yang mempropagandakan kebaikan, baik dengan ucapan atau tindakan, termasuk dengan dukungan, lalu kebaikan  itu dilakukan oleh orang lain maka bagi dirinya dua pahala, sebagaimana dijelaskan di atas. Demikian pula hal sebaliknya (baca: dosa) bagi orang yang mempropagandakan keburukan, baik dengan ucapan atau tindakan, termasuk dengan dukungan (Lihat: Muhammad bin 'Allan ash-Shiddiqi, Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadh ash-Shalihin, I/330).

Hadits Nabi SAW yang lain, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra, juga mengungkapkan maksud serupa, yakni saat beliau bersabda (yang artinya), “Siapa saja yang menunjukkan jalan kebaikan, bagi dirinya pahala yang serupa dengan pahala orang-orang yang mengikuti kebaikan itu tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Siapa saja yang menunjukkan jalan kesesatan, bagi dirinya dosa yang serupa dengan dosa orang-orang yang mengikuti kesesatan itu tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka.” (HR Muslim).

Khusus terkait dengan kebaikan, Baginda Rasulullah juga bersabda (yang artinya), “Demi Allah, hidayah Allah yang diberikan kepada seseorang melalui dirimu adalah lebih baik bagi kamu daripada seekor unta merah.” (Mutaffaq 'alaih).

Unta merah adalah harta yang paling dibanggakan bangsa Arab saat itu; tidak ada yang lebih berharga dari itu (Muhammad 'Allan, I/336).

Baginda Rasulullah SAW juga bersabda (yang artinya), “Siapa saja yang menunjukki orang lain pada kebaikan, bagi dirinya pahala yang serupa dengan orang yang melakukan kebaikan itu.” (HR Muslim).

Oleh sebagian ulama, hadits-hadits ini dijadikan dalil atas keutamaan berdakwah atau menyampaikan hidayah Islam kepada manusia. Hadits ini juga menunjukkan arti pentingnya mengamalkan atau menyebarluaskan ilmu. Bahkan ilmu yang diamalkan atau disebarluaskan merupakan salah satu amalan yang pahalanya akan terus mengalir kepada pelakunya meski ia telah wafat. Hal ini sebagaimana sabda Baginda Nabi SAW (yang artinya), “Saat anak Adam meninggal, terputus segala (pahala) amalnya, kecuali tiga: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang selalu mendoakan dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Walhasil, marilah kita berlomba-lomba meretas jalan kebaikan dengan dua cara. Pertama: dengan menyebarluaskan ilmu-ilmu Islam yang kita miliki meski ilmu yang kita miliki baru sedikit. Kedua: dengan berdakwah menyebarluaskan hidayah Islam kepada manusia. Dakwah adalah aktivitas mulia karena merupakan aktivitas para nabi dan rasul Allah SWT. Hanya dengan dakwahlah umat manusia bisa tertunjukki pada hidayah-Nya; pada akidah dan syariah-Nya. Karena itu, marilah kita mendakwahkan Islam walau dengan menyampaikan hanya satu-dua ayat atau satu-dua hadits. Sebab, Baginda Nabi SAW pernah bersabda (yang artinya), “Sampaikanlah dariku walau cuma satu ayat!” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Wama tawfiqi illa billah. [] abi

Kesalahan Obama dalam Pidatonya Menelanjangi Kepalsuan Politik Amerika!

Posted: 24 May 2011 09:21 PM PDT

Al-Islam edisi 558, 27 Mei 2011/23 Jumadul Akhir 1432 H

بسم الله الرحمن الرحيم

Kesalahan-kesalahan Obama di dalam Pidatonya dari Markas Besar Luar Negeri Amerika Menelanjangi Kepalsuan Politik Amerika!

Obama semalam (Kamis, 19/5) berpidato dari markas Departemen Luar Negeri Amerika, ditujukan kepada bangsa-bangsa Timur Tengah. Obama memenuhi pidatonya dengan sejumlah kesalahan. Di antaranya bahwa Amerika mendukung dan mensuport bangsa-bangsa kawasan dalam revolusinya menentang penguasa diktator yang telah menzalimi dan berbuat jahat kepada mereka … Dan bahwa Amerika akan mendukung penguasa-penguasa baru yang dimunculkan oleh revolusi itu dengan jalan menghapus sebagian utang dan mempermudah pemberian utang melalui IMF dan Bank Dunia. Obama memfokuskan hal itu pada Mesir … Di akhir pidatonya, Obama mengumumkan bahwa Amerika akan mendukung solusi dua negara di Palestina: satu negara yang aman dan tenteram untuk Yahudi dan keamanannya dijaga oleh Amerika, dan satu negara untuk penduduk Palestina, sebuah negara lumpuh yang terlucuti senjatanya! Obama lupa atau pura-pura lupa bahwa Palestina adalah tanah Islami dari laut hingga sungainya. Dan dengan izin Allah SWT akan kembali ke asalnya dan hidung musuh-musuh Islam akan tersungkur …

Orang yang mencermati pidato Obama, ia akan melihat bahwa Obama memutarbalikkan fakta. Setiap orang yang memiliki dua mata akan melihat dan mengetahui bahwa penguasa zalim thaghut di negeri-negeri kaum Muslim adalah asuhan barat khususnya Amerika. Adakah orang yang mengingkari ikatan kuat Mubarak dengan Amerika, bahkan dikatakan, Mubarak jauh lebih Amerika dari orang-orang Amerika sendiri? Adakah orang yang tidak melihat pemutarbalikan fakta oleh Amerika dalam berbagai pernyataannya selama revolusi Tahrir Square di Mesir? Saat itu Amerika mendukung sikap Mubarak dan membisikinya apa yang akan dia lakukan, sementara Amerika hanya selintas melihat Tahrir Square. Amerika sungguh telah melihat dan mendengar Mubarak berbuat jahat kepada masyarakat, membunuh ratusan orang dan melukai ribuan, dan mengobrak-abrik camp mereka. Meski demikian, Amerika tidak mengkritik atau angkat suara, kecuali ketika Amerika yakin bahwa Mubarak sudah tidak mampu lagi membunuh lebih banyak dan bahwa mereka yang berrevolusi hampir mencengkeram tengkuk Mubarak tanpa rasa takut! Pada saat itu Amerika merubah logat dan mengganti orientasi, mencampakkan Mubarak dan bergegas mencari penjaganya yang lama dan baru yang bisa mengisi posisi Mubarak untuk melayani kepentingan-kepentingan Amerika …

Hari ini Amerika menempuh jalan yang sama di Suriah. Kelembutan seruan kepada rezim Suriah sungguh terlihat jelas hingga bagi publik di Amerika bahkan dunia. Meski rezim Suriah membunuh, membantai, melukai, mencederai masyarakat, menghancurkan rumah dan masjid selama dua bulan penuh, Amerika tetap menutup mata terhadap rezim Suriah. Ketika masyakat makin intens untuk mencabut rezim, meski harus dengan kucuran deras darah, Amerika muncul dengan berbagai pernyataan malu-malu. Amerika berkata: Bashar harus memimpin perubahan politik atau mundur! Artinya, revolusi masyarakat itu menentang kezaliman, kejahatan dan pembantaian oleh rezim, sementara Amerika ingin menyerahkan revolusi itu kepada pelaku kezaliman, kejahatan dan pembantaian tersebut! Seperti apa yang dilakukan terhadap Mubarak, begitu pulalah yang akan dilakukan oleh Amerika terhadap Bashar. Yaitu mempermudahnya untuk membunuh masyarakat dan berbuat jahat terhadap mereka. Jika Bashar sudah tidak mampu lagi membunuh lebih banyak, dan hampir jatuh di tangan mereka yang berrevousi, Amerika akan mengeluarkan berbagai pernyataan menjilat dan menarik dukungannya kepada diktator Syam!

Amerika gembong kekufuran dan penjajahan, potretnya tidak akan bisa dipercantik oleh kesalahan-kesalahan Obama. Parfum tidak akan bisa mempercantik sesuatu yang dirusak oleh waktu. Amerika hanya memandang kepentingan materinya hingga meski seandainya pihak-pihak lain menggerutu. Bahkan Amerika bertarung dengan partnernya, Uni Eropa, dalam menjajah negeri-negeri kaum muslim seperti yang terjadi di Libya, Yaman, Bahrain dan daerah-daerah sensitif lainnya di negeri-negeri kita. Negara-negara yang dengki terhadap Islam dan kaum Muslim dan nilai-nilai yang selalu didengungkan Obama adalah kedengkian yang ditampakkan oleh Barat khususnya Amerika kepada kita di Irak, Afganistan, Guantanamo … Itu adalah pemboman terus menerus dari pesawat-pesawatnya terhadap kaum Muslim di Pakistan … Itu adalah pembunuhan oleh pengecut terhadap seorang syahid tak bersenjata di rumahnya, bukan di medan pertempuran … Itu adalah kontrol ekonomi di negeri-negeri kita melalui Bank Dunia dan IMF, menggunakan kebijakan-kebijakan utang, proyek-proyek pelayanan yang tidak produktif, inflasi riba dan hegemoni terhadap perekonomian, ekspor dan impornya sehingga negeri-negeri yang kaya justru mayoritasnya didera utang yang menggunung dan bunga yang mencekik! Itu adalah dukungan terus menerus kepada entitas Yahudi pencaplok tanah Palestina berikut kejahatan-kejahatan brutalnya yang terus menerus siang dan malam terhadap keluarga kita. Itu adalah nilai-nilai Amerika, bahkan itulah nilai-nilai Amerika yang paling menonjol!

Wahai Kaum Muslim: pidato Obama ini bukan sesuatu yang baru dari pidato-pidato sebelumnya. Pidato Obama itu adalah hal lama yang diperbarui. Di dalamnya ia menyebutkan apa yang telah ia sebutkan di dalam pidato-pidatonya sebelum itu, khususnya pidatonya di Kaero dua tahun lalu. Yang setengah baru adalah bahwa ia memfokuskan lebih banyak, bersuara lebih tinggi dan meninggikan intonasi dengan mendukung negara Yahudi dan melindungi keamanannya, sampai pada beberapa perkara melampaui Yahudi dalam perhatian terhadap Yahudi! Obama mengeluarkan masalah al-Quds dan para pengungsi dari pembahasan, dan kadang menempatkan keduanya pada perkara-perkara emosional, bukan sebagai perkara yang mendasar. Obama meramu antara batas tahun 67 dengan pertukaran tanah dalam teks yang jelas untuk memasukkan pemukiman ke wilayah negara Yahudi dan tidak menjadi bagian negara kecil Palestina yang lumpuh terlucuti senjatanya!

Wahai Kaum Muslim: benar, pidato Obama bukan sesuatu yang baru dari pidato-pidato sebelumnya. Itu hal yang biasa dan sudah dapat diprediksi akan dilakukan Obama dan para presiden Amerika sejak munculnya masalah Palestina. Namun yang benar-benar menyakitkan adalah bahwa Obama di dalam pidatonya berpindah-pindah di negeri-negeri kaum Muslim, sampai di sini dan berkeliling, berhenti sejenak di satu negeri lalu berpindah ke negeri lainnya, seraya berkata “ini boleh” dan “ini tidak boleh”, seolah-olah negeri-negeri kaum Muslim adalah bagian dari wilayah Amerika!

Negeri-negeri kaum Muslim yang dulu menjadi motropolitan dunia dan khilafahnya tegak, dihormati oleh teman dan ditakuti oleh lawan, serta menyebarkan kebaikan di penjuru dunia. Namun sekarang, di saat khilafah tidak ada, negeri-negeri kaum Muslim berubah menjadi panggung bagi Obama untuk berpindah-pindah di atasnya dari satu podium ke podium lainnya! Yang lebih menyakitkan adalah bahwa presiden Amerika dengan semua itu, ia mendapati para penguasa di negeri-negeri kaum Muslim dan para pendukungnya, mereka loyal dan mengangguk-anggukkan kepala kepadanya, karena menganggap Obama memiliki kemuliaan dan perlindungan. Anggapan mereka itu akan menghancurkan mereka sendiri. Mereka tidak mengambil pelajaran dengan firman Allah SWT:

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ العِزَّةَ لِلّهِ جَمِيعًا

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS an-Nisa’ [4]: 138-139)

Demikian juga mereka tidak mengambil pelajaran dari realita-realita yang ada, di mana mereka menyaksikan kelompok mereka dicampakkan oleh Amerika setelah menyelesaikan peran mereka!

Wahai Kaum Muslim, Hizbut Tahrir menyeru Anda:

Belum tibakah saatnya Anda memahami bahwa Khilafah adalah kewajiban dari Rabb Anda, perintah dari Rasul Anda, dan jalan kemuliaan serta metode kebangkitan Anda? Belum tibakah saatnya bagi Anda untuk bersegera berjuang bersama para pejuang di Hizbut Tahrir untuk menegakkan Khilafah dan merealisasi janji Rabb Anda:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa (QS an-Nur [24]: 55)

Dan mewujudkan berita gembira Nabi Anda:

«ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»

Kemudian akan ada khilafah yang berjalan mengikuti manhaj kenabian

Sehingga bumi akan disinari kembali oleh khilafah dan Amerika serta barat akan mundur ke negeri mereka sendiri jika mereka masih memiliki negeri!

Lalu belum tibakah saatnya bagi Anda untuk menghadap kepada Allah SWT dengan bersegera bertaubat sebelum kematian menghampiri Anda dan Anda menyesal?

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ

Maka segeralah kembali kepada (menta`ati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. (QS adz-Dzariyat [51]: 50)

17 Jumaduts Tsaniyah 1432 H

20 Mei 2011 M

Hizbut Tahrir

Komentar al-Islam

Organisasi HAM (Amnesty Internasional) mendesak pemerintah Indonesia mengkaji semua hukum dan peraturan lokal agar selaras dengan hukum dan standar HAM internasional dan UU domestik (Republika, 24/5)

  1. Sekali lagi, ini bukti HAM hanya alat intervensi dan penjajahan, diemban Barat (khususnya AS) diantaranya melalui instrumen organisasi/lembaga pegiat HAM
  2. Fakta yang organisasi dan pegiat HAM hanya membisu dan tuli atas seluruh kejahatan dan kebiadaban AS dan Barat dengan penjajahan yang dilakukan di berbagai belahan dunia

Dominasi pihak asing kini semakin meluas dan menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian. Pemerintah disarankan menata ulang strategi pembangunan ekonomi agar hasilnya lebih merata dirasakan rakyat dan berdaya saing tinggi menghadapi persaingan global (Kompas, 23/5)

  1. Selama masih mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme, kemakmuran yang merata, kemandirian dan daya saing akan terus hanya sekadar mimpi
  2. Hanya dengan sistem ekonomi islam dalam bingkai Khilafah rakyat akan merasakan kemakmuran, kemandirian dan daya saing. Kapan kita wujudkan kalau tidak sekarang?

ICW Laporkan Temuan Soal Newmont ke KPK

Posted: 24 May 2011 09:02 PM PDT

Indonesia Corruption Watch menemukan potensi kerugian negara sebesar 237 juta dollar AS pada sektor penerimaan royalti dari PT Newmont Nusa Tenggara sepanjang 2004-2010. Koordinator ICW Danang Widoyoko mengungkapkan, perusahaan tambang mineral itu membayar royalti lebih rendah dari ketentuan. Berdasarkan Kontrak Karya Newmont dan peraturan pemerintah, total royalti yang harus dibayarkan Newmont untuk hasil emas, perak, dan tembaga senilai 382,2 juta dollar AS. Namun, laporan keuangan Newmont 2004-2010 memperlihatkan bahwa royalti yang dibayarkan hanya 138,8 juta dollar A

“Negara dirugikan dalam jumlah besar selama 2004-2010,” kata Danang di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (24/5/2011).

ICW melaporkan temuannya itu kepada KPK. Danang melanjutkan, ICW menghitung total royalti yang harus dibayarkan Newmont berdasarkan Pasal 13 Kontrak Karya PT Newmont untuk emas dan perak serta berdasarkan PP No 13/2000 dan PP No 45/2003 untuk tembaga. Mengacu pada kedua PP tersebut, royalti yang harus dibayar Newmont untuk tembaga sebesar 4 persen dari realisasi penjualan. Namun, lanjut Danang, karena ketentuan 4 persen itu tidak dicantumkan dalam Kontrak Karya Newmont, perhitungan royalti untuk tembaga mengacu pada ketentuan lain yang lebih rendah.

“Entah pakai aturan apa yang lebih kecil, pakai SK Dirjen (Surat Keputusan Dirjen Pertambangan Umum No 310/2001/DJP/2000, 24 Februari 200), sehhingga negara dirugikan dalam jumlah besar,” katanya.

Padahal, lanjutnya, tembaga adalah penghasilan utama Newmont. “Harusnya (royalti tembaga) ada aturannya dengan kontrak, tidak hanya melalui negosiasi,” ujar Danang.

Untuk itu, ICW meminta KPK melakukan investigasi terhadap penerimaan royalti Newmont tersebut. “Jadi, di balik ini pasti ada sesuatu. Dan tentu tugas KPK adalah menyelidikinya, minimal melakukan pengkajian,” tandas Danang. (kompas.com, 25/5/2011)